![]() |
| Ilustrasi Foto oleh: Courtney Mares |
Jika Anda mengikuti liputan berita tentang kesehatan Paus Fransiskus, Anda mungkin menyadari sesuatu: tidak ada foto sang Bapa Suci di ranjang rumah sakitnya. Atau, lebih tepatnya, tidak ada foto asli: foto-foto viral yang saat ini beredar di media sosial Katolik, yang mengaku sebagai Paus Fransiskus di ranjang rumah sakit, dengan alat bantu pernapasan, adalah foto palsu yang dibuat oleh AI. (Begitu pula dengan "video" yang menunjukkan Yesus dan Maria sedang mengunjunginya di rumah sakit, tetapi saya rasa Anda sudah mengetahuinya!)
Tetapi Anda mungkin bertanya-tanya mengapa kita tidak melihat foto-foto Paus yang sedang sakit. Apakah ada semacam upaya menutup-nutupi? Tidak. Jawaban sederhananya adalah bahwa foto-foto Paus di ranjang kematiannya sebenarnya dilarang, menurut konstitusi apostolik tahun 1996 yang diumumkan oleh Paus Yohanes Paulus II. “Tidak seorang pun diizinkan menggunakan cara apa pun,” demikian bunyinya, “untuk memotret atau memfilmkan Paus Agung baik saat ia sedang sakit maupun setelah meninggal, atau untuk merekam kata-katanya untuk kemudian direproduksi” (Universi Dominici Gregis 30).
Mengapa, Anda mungkin bertanya? Mungkin untuk menghindari eksploitasi sensasional terhadap kondisi Paus. Motif itu mungkin bermula pada tahun 1958, ketika dokter Paus Pius XII, Riccardo Galeazzi-Lisi, mencoba menjual foto-foto Pius XII yang sedang sekarat kepada papa-razzi. Atas pelanggaran terhadap perannya sebagai dokter kepausan tersebut, ia dipaksa mengundurkan diri dan dilarang masuk ke Vatikan.
Ada foto-foto JPII yang sedang memulihkan diri di ranjang rumah sakitnya setelah ia ditembak oleh Mehmet Ali Ağca pada tahun 1981, serta foto-foto dirinya yang sedang duduk di kamar rumah sakitnya (dengan pakaian kepausan, termasuk sepatu merah!) menjelang akhir hayatnya. Namun, untuk melindungi sedikit privasi yang dimiliki Paus, dan demi menghormati martabat tinggi jabatannya, kami tidak memiliki foto dirinya (atau Paus lainnya) yang mengenakan pakaian rumah sakit, terhubung dengan mesin medis, atau tidak sadarkan diri saat menjelang atau pada saat kematian.
Dan karena alasan yang sama, Paus Fransiskus telah (dan, mudah-mudahan, akan terus) diperlakukan dengan martabat yang sama. Ini adalah pengingat bahwa Fransiskus bukan hanya Paus Roma, tetapi juga manusia seperti kita, yang menghadapi semua kelemahan yang sama—termasuk kematian—yang kita semua hadapi. Dan pada saat-saat seperti inilah kita semua membutuhkan doa dari anggota Tubuh Kristus lainnya. Jadi, marilah kita berdoa tidak hanya untuk Bapa Suci, Paus Fransiskus, tetapi juga untuk saudara kita yang sedang sakit.




