| Halaman Depan | Indonesian Papist | Renungan Pagi| Privacy Policy | Support Lumen Christi |



Facebook  X  Whatsapp  Instagram 

Agustus 16, 2025

Minggu, 17 Agustus 2025 Hari Raya Kemerdekaan Republik Indonesia

 

Bacaan I: Sir 10:1-8 "Para penguasa bertanggung jawab atas rakyatnya."
     

Mazmur Tanggapan: Mzm 101:1ac.2ac.3a.6-7; R: Gal 5:13 "Kamu dipanggil untuk kemerdekaan; maka abdilah satu sama lain dalam cinta kasih."

Bacaan II: 1Ptr 2:13-17 "Berlakulah sebagai orang yang merdeka. "
    

Bait Pengantar Injil: Luk 20:25 "Berikanlah kepada kaisar yang menjadi hak kaisar dan kepada Allah yang menjadi hak Allah."

Bacaan Injil: Mat 22:15-21 "Berikanlah kepada kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada kaisar, dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah."
 
warna liturgi putih  

Bacaan Kitab Suci dapat dibaca pada Alkitab atau klik tautan ini
 
Foto oleh David Dibert dari Pexels
 
   Saudara-saudari terkasih dalam Kristus, kita percaya bahwa segala sesuatu terjadi di bawah pengawasan Tuhan. Dan dengan itu, artinya segala sesuatu terjadi karena suatu alasan. Jadi, ketika sesuatu yang baik terjadi, kita percaya bahwa itu adalah berkat dari Tuhan. Tetapi ketika hal buruk terjadi, kita mungkin tidak mengatakan bahwa itu dari Tuhan. Meskipun demikian, kita mungkin bertanya mengapa Tuhan mengizinkan hal itu terjadi. Ketika kita melihat sekeliling dan memikirkannya, kita memiliki pertanyaan tentang apa yang terjadi dalam hidup.
 
Dari foto-foto Bumi yang diambil entah dari drone atau pesawat, ataupun dari luar angkasa, Bumi benar-benar planet yang indah. Kadang-kadang disebut planet biru. Hal ini disebabkan oleh jumlah air yang menutupi Bumi, dan cara atmosfer dan air berinteraksi dengan sinar matahari. Sesungguhnya Bumi adalah planet yang indah dan kita seharusnya bangga akan hal itu serta menghargai dan menyayangi planet kita yang juga kita sebut “Ibu Pertiwi”. 

Namun apa yang tampak baik dari jauh, bisa jadi jauh dari kata baik, jika kita melihat realitas kehidupan. Singkatnya, berita buruk terus bermunculan – pembabatan hutan, kekerasan dan perang, kemiskinan dan ketidakadilan, korupsi, kolusi, nepotisme merajalela dan kehancuran.  

Merayakan hari ulang tahun ke-80 Kemerdekaan Republik Indonesia pada hari ini kita merenungkan dari perikop Injil ketika orang-orang Farisi mencoba menjebak Yesus. Mereka tahu bahwa orang-orang benci hidup di bawah kekuasaan Romawi dan mereka merindukan seorang Mesias yang akan menggulingkan orang-orang Romawi. Mereka juga tahu bahwa orang-orang Romawi menegakkan hukum mereka dengan brutal dan menentang hukum-hukum tersebut dapat membuat seseorang terjerumus dalam masalah besar.

Yesus tahu ini adalah upaya untuk menjebak-Nya dan menyebabkan perpecahan. Orang-orang Farisi tidak mencari bimbingan rohani, tetapi sedang memasang jebakan. Jika Ia memerintahkan orang-orang untuk membayar pajak, ini akan membuatnya tampak seperti mendukung penjajah Romawi, yang akan membuatnya tidak disukai orang-orang. Jika Ia memerintahkan mereka untuk tidak membayar pajak, Ia bisa berada dalam masalah besar dengan orang-orang Romawi.

Ia dengan cerdik menjawab pertanyaan tersebut dengan mengarahkan percakapannya sendiri. Dan jawabannya menunjukkan bahwa kita harus terlibat dalam sistem politik kita sambil tetap setia kepada Tuhan.

Ini bisa menjadi tantangan. Pertama, kita perlu memahami isu-isu yang dihadapi negara kita dengan baik. Hanya mengetahui cuplikan dan kalimat singkat saja tidak cukup. Kita harus memahami isu ini dan benar-benar mendalami pro dan kontranya. Jika kita hanya memahami "pihak kita", kita tidak akan bisa berdiskusi secara mendalam dengan mereka yang memiliki pandangan berbeda.
 
Tindakan politik kita harus sesuai hukum. Dan tindakan tersebut juga harus mencerminkan nilai-nilai Kristiani kita. Jadi, kita harus memperlakukan orang lain dengan hormat dan penuh kasih. Kita harus mengupayakan diskusi yang beralasan alih-alih memperkeruh situasi. Mendengarkan sudut pandang orang lain dengan hormat adalah hal yang mungkin, meskipun kita tidak setuju dengan mereka. Mereka cenderung akan lebih mendengarkan apa yang kita katakan jika kita bersikap sopan kepada mereka.
 
Yesus mengatakan kepada mereka bahwa seseorang harus memberikan kepada Kaisar apa yang menjadi milik Kaisar, dan memberikan kepada Tuhan apa yang menjadi milik Tuhan. Itu adalah jawaban yang sempurna, yang tidak dapat dijawab oleh orang-orang Farisi dan ahli Taurat. Itu karena, memang benar, bahwa semua kekayaan, semua harta benda duniawi, dan semua emas, perak, dan barang-barang dunia ini adalah milik dunia ini, dan karena itu memang milik penguasa dunia ini. Itulah mengapa sangat baik untuk mematuhi persyaratan seperti itu, jika itu adil dan masuk akal.

Namun, itu tidak berarti bahwa kita harus mematuhi aturan dunia dalam segala hal. Mengapa begitu? Itu karena kita harus ingat bahwa, kita semua wajib memberikan kepada Tuhan apa yang menjadi milik Tuhan, sama seperti kita harus memberikan kepada dunia apa yang menjadi milik dunia. Dan apakah yang kita miliki yang merupakan milik Tuhan? Itu adalah yang pertama dan terutama, hidup kita, yang kudus dan diberikan kepada kita oleh Tuhan.

Dalam Katekismus Gereja Katolik, bagian berjudul “Kewajiban Warga Negara” (KGK 2238-2243) memberikan perspektif komprehensif tentang tanggung jawab yang dimiliki umat Katolik, sebagai warga negara, terhadap negara mereka masing-masing.

Pertama dan terutama, Katekismus menggarisbawahi kewajiban moral warga negara untuk menghormati hukum negaranya. Penghormatan terhadap otoritas dan hukum yang sah ini bukan sekadar kewajiban sipil, tetapi dipandang dari perspektif iman sebagai respons terhadap perintah Tuhan, yang mencerminkan keyakinan bahwa pemerintah dan hukumnya memperoleh otoritasnya dari Tuhan.
  
Tanggung jawab fiskal, khususnya pembayaran pajak, merupakan tugas lain yang disorot. Selain kewajiban hukum, membayar pajak dipandang sebagai cara untuk berkontribusi pada kebaikan bersama dan mendukung infrastruktur masyarakat serta layanan publik. Melalui perspektif ini, membayar pajak bukan sekadar kewajiban, melainkan tindakan moral untuk mendukung komunitas dan bangsa.
 
Tindakan memilih ditekankan bukan hanya sebagai hak sipil, tetapi juga sebagai tanggung jawab. Memilih memberi umat Katolik kesempatan untuk memengaruhi arah masyarakat mereka sesuai dengan iman dan nilai-nilai mereka. Katekismus memberikan gagasan bahwa dengan berpartisipasi aktif dalam proses demokrasi, umat Katolik dapat membantu membentuk masyarakat yang adil.

Poin penting dalam bagian ini adalah pembahasan tentang pembangkangan sipil. Meskipun Katekismus menjunjung tinggi prinsip umum ketaatan pada hukum sipil, Katekismus juga mengakui bahwa mungkin ada situasi-situasi tertentu di mana hukum bertentangan dengan tatanan moral, hak asasi manusia, atau ajaran Injil. Dalam kasus-kasus seperti itu, pembangkangan sipil, atau penolakan untuk mematuhi hukum tertentu, tidak hanya dapat dibenarkan tetapi juga dapat dipandang sebagai keharusan moral.

Oleh karena itu, kita semua sebagai orang Katolik harus pertama dan terutama, menjaga semua kehidupan yang suci. Ketika ada ancaman terhadap kesucian hidup, melalui hal-hal seperti menyebabkan hilangnya nyawa dengan sengaja, baik itu pembunuhan, atau aborsi bayi - anak-anak yang belum lahir, atau apakah itu pelecehan anak-anak atau dewasa, penghancuran kekudusan perkawinan dan kehidupan keluarga, kita semua sebagai orang Katolik harus siap membela apa yang menjadi hak Tuhan, bahwa apa yang benar-benar milik Tuhan, adalah milik-Nya dan tidak diambil alih oleh dunia. 
   
Bagian tentang Partisipasi dalam Kehidupan Sosial (KGK 1913-1917) menyoroti pentingnya berpartisipasi aktif dalam kehidupan publik. Bagian ini menggarisbawahi gagasan bahwa partisipasi tersebut memupuk rasa saling menghormati antar individu dan menciptakan keselarasan antara ranah kehidupan pribadi dan publik. 

Lebih lanjut, Ajaran Sosial Gereja (KGK 2419-2423) menguraikan bagaimana umat Katolik seharusnya berinteraksi dengan masyarakat. Ajaran ini berfokus pada perspektif Gereja tentang konstruksi sosial, kesejahteraan kolektif, dan prinsip-prinsip keadilan.      Uskup Agung Fulton J. Sheen pernah berkata, “Kebebasan bukan berarti hak untuk melakukan apa pun yang kita inginkan, melainkan melakukan apa yang seharusnya kita lakukan.” 
  
Saudara dan saudari dalam Kristus, dalam terang iman kristiani dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara marilah kita semua melakukan yang terbaik untuk berpartisipasi secara aktif dalam kehidupan  untuk mewartakan kepada semua kebenaran Allah, dan memberikan kepada Tuhan yang terbaik dari komitmen dan pengabdian kita. Semoga kita juga melihat kasih Tuhan bagi kita. Dan semoga kita juga menjadi kasih Tuhan bagi sesama, terutama mereka yang perlu melihat kebaikan dan keindahan hidup dan orang-orang di sekitar mereka.
 
Hidup sebagai orang merdeka tidak lagi menyelubungi kejahatan-kejahatan kaum perancang dosa yang merusak bangsa, tetapi hidup sebagai hamba Allah yang saling menghormati, mengasihi saudari-saudaranya, setia kepada kebenaran dan mendukung setiap rancangan yang benar-benar baik. Merdeka berarti tak lagi “menghamba”, “memperhamba”, melainkan bersatu, bersahabat, bersaudara dengan semua warga negara. (Mgr. Johannes Pujasumarta, 15 Agustus 2014)

lumenchristi.id 2023 - Situs ini menggunakan cookies untuk meningkatkan pengalaman Anda. Dengan menggunakan situs ini, Anda telah menyetujui penggunaan cookies dari Kami.